- MENGUNGKAP HAMA WERENG COKLAT (WBC)
Agrotani.com –
Dari dulu Hama Wereng Batang Coklat (WBC) menjadi hama yang
sangat merugikan bagi banyak petani, namun bukan hal yang sangat sulit utuk
saat ini. Pemerintah dan seluruh penyuluh bekerja keras untuk menanggulangi
bagaimana hama ini bisa di kendalikan. Ada beberapa faktor penyebab kenapa hama
ini bisa datang dengan serempak maupun mendadak, dan kita harus mengetahui dari
mulai cara hidupnya sampai ke tahap pemberantasanya.
Hama Wereng
Batang Coklat (WBC) memiliki
nama ilmiah “Nilaparvata lugens Stal” yang menyerang secara terus menerus pada
tanaman padi di indonesia dan pada awal tahun 1970 an negara kita di kejutkan
dengan populasi wereng yang semakin meningkat, tentu pada masa itu mengancam
ketahanan pangan kita dan produksi padi semakin menurun. Keadaan serangan WBC
yang sangat merisaukan merupan konsekuensi penerapan teknologi maju yang kurang
memperhatikan bioekologi hama dalam usaha mengejar sasaran. Varietas
unggul yang mempunyai anakan banyak, tumbuh subur dan rimbun, akan
menciptakan keadaan iklim mikro yang sangat sesuai untuk perkembangan hama WBC.
Upaya yang
bisa kita lakukan di antaranya menanam bibit unggul dengan kelebihan yang di
milikinya yaitu memiliki gen tunggal dan tahan terhadap hama WBC, sehingga
membuat hama WBC menjadi terseleksi atau menjadi sulit untuh bertahan hidup.
Jika anda ingin menanam padi dengan varietas yang biasa, saya sarankan lebih
baik menggantinya dengan varietas yang lebih unggul, karen sangat berdampak
sekali dengan hasil yang anda proleh. Anda bisa menggunakan system SRI untuk
penanaman dan pencegahanya.
Hal yang
jarang sekali di ketahui oleh petani yang membudidayakan tanaman
padi, mereka melakukan penanaman terus menerus ketika persediaan air sangat
banyak, itu sangat bagus untuk produksi, namun tahukah anda !!! dengan kasus di
atas hama WBC akan meningkat karena dengan penanaman dengan terus-menerus akan
mengakibatkan persedian makanan untuk hama ini semakin banyak dan WBC akan
tumbuh pesat, ini sering terjadi dan banyak di lapangan yang mengalami seperti
ini.
Advertisement
Penggunaan
insektisida dengan dosis dan konsentrasi yang sangat tidak di
anjurkan atau bahan aktif yang berlebihan menjadi
penyebab utama untuk kemunculan hama ini, waktu dan cara aplikasinya
selain tidak efektif ternyata dapat menyebabkan resistensi, resunjersi
munculnya hama sekunder dan akibat samping lainnya yang tidak diinginkan Pengalaman
dalam menanggulangi hama WBC sejak musim tanam 1974-1975 saat ini,
menunjukkan bahwa pengendalian WBC tidak pernah berhasil bila hanya
mengandalkan satu cara pengendalian saja. Kita harus menerapkan sistem
pengendalian hama terpadu (PHT), yaitu sistem pengendalian populasi hama
dengan menerapkan berbagai pengendalian yang serasi sehingga tidak menimbulkan
kerugian ekonomi dan aman terhadap lingkungan.
Siklus Dan Daur Hidup WBC
Anda harus
mengetahui bagaiman hala yang terjadi pada hama ini ketika kita putus
siklus hidupnya. Wereng batang coklat (WBC) Nilaparvata lugens Stal
Tergolong dalam ordo Homoptera. Seluruh tubuhnya berwarna coklat
kekuningan sampai colat tua, berbintik coklat gelap pada pertemuan sayap
depannya. Panjang badan serangga o rata-rata 2-3 mm dan 3-4 mm.
Inang utama WBC ialah tanaman padi. Telur WBC berwarna putih,
berbentuk seperti buah pisang, berukuran 1.30 x 0.33 mm, diletakkan
berkelompok dalam jaringan pelepah daun padi(Gambar 1). Telur terkadang
ditemukan pula pada helai daun. Telur menetas setelah 7-10 hari Wereng
batang coklat yang baru menetas sebelum menjadi dewasa melewati 5 tahap
pertumbuhan nimfa(instar) yang dapat dibedakan menurut ukuran tubuh dan
bentuk bakal sayapnya Periode nimfa berkisar antara 12-15 hari. Hal
penting yang perlu diperhatikan yaitu periode telur lebih dari separuh periode
nimfa.
Oleh karena
telur WBC diletakkan di dalam jaringan pelepah daun, maka telur tidak
dipengaruhi oleh aplikasi insektisida. Menurut ukuran sayapnya, WBC
dewasa terdiri dari dua bentuk, yaitu bentuk bersayap
panjang(makroptera) dan bentuk bersayap pendek (brakhiptera).
Munculnya kedua bentuk WBC dipengaruhi oleh kepadatan populasi dan kondisi
pertanaman. Bentuk makroptera dapat terbang sehingga merupakan bagian populasi
yang berfungsi untuk menemukan tempat hidup baru”migrasi “. Perpindahan WBC
jarak jauh dapat terjadi dengan bantuan angin.
Beberapa
hari setelah kawin WBC betina bertelur Selama hidupnya, seekor WBC
betina di laboratorium mampu bertelur sampai 1000 butir, tetapi karena
adanya pengaruh lingkungan, kemampuan bertelur di lapangan hanya mencapai
100-600 butir Lama hidup makroptera migran 5 hari dan masa hidup brakhiptera
betina berkisar antara 5-9 hari.
Menurut : http://caramengatasiwereng.blogspot.com/
Padi
merupakan makanan pokok sumber kalori untuk sebagian besar penduduk dunia,
terutama di Asia, dimana lebih dari 90% padi di tanam. Di Indonesia, tingkat
konsumsi beras masih tinggi yaitu 139 kg/kapita/tahun. Seiring dengan
pertambahan jumlah penduduk yang terus meningkat sehingg diperkirakan kebutuhan
beras pada tahun 2020 mencapai 35,1 juta ton. Kalau produksi padi tidak
meningkat, berarti pada tahun 2020 akan terjadi kekurangan beras sebanyak 4,5
juta ton (Baehaki. 2006). Adanya gangguan hama dan penyakit merupakan salah
satu kendala dalam pencapaian produksi yang diharapkan.
Wereng hijau (Nepotettix viriescens) merupakan salah satu hama penting pada tanaman padi karena menularkan virus tungro yang dapat menurunkan hasil hingga puso. Penyakit tungro menyebabkan jumlah anakan berkurang dan kehampaan gabah yang tinggi. Usaha pengendalian yang banyak dilakukan adalah penggunaan insektisida. Namun, penggunaan insektisida dapat menimbulkan dampak negatif, bagi kesehatan manusia dan lingkungan sehingga secara tidak langsung bisa menurunkan daya saing padi. Dengan demikian diperlukan strategi pengendalian lain yang lebih ramah lingkungan seperti penggunaan musuh alami. Musuh alami yang biasa digunakan adalah predator, parasitoid dan patogen karena dapat mencegah meningkatnya populasi wereng hijau dan bermanfaat untuk pertanian berkelanjutan yang secara ekologis maupun ekonomi menguntungkan.
Musuh Alami adalah organisme yang menjadi faktor penghambat berkembangnya hama dan pennyakit pada tanaman. Pemanfaatan musuh alami (agens hayati) dalam menekan kehilangan dan kerugian hasil akibat organisme pengganggu tanaman (OPT) merupakan salah satu aspek penting yang sangat berpeluang untuk menjawab tuntutan masyarakat akan produk tanaman yang berkualitas, sehat, dan aman dikonsumsi. Produk semacam ini memiliki nilai tambah dan daya saing tinggi yang lambat laun akan menjadi buruan pasar dunia karena memberikan keuntungan lebih tinggi dan manfaat kesehatan lebih besar.
Pemanfaatan musuh alami memiliki beberapa keuntungan yaitu : 1) selektivitas tinggi dan tidak menimbulkan hama baru, 2) organisme yang digunakan sudah tersedia di alam, 3) organisme yang digunakan dapat mencari dan menemukan inangnya, 4) dapat berkembang biak dan menyebar 5) hama tidak menjad resisten atau jika terjadi sangat lambat, 6) pengendalian dengan sendirinya (Van Emden 1976 dalam Lubis 2005).
Menurut Chiu 1739 dalam Laba 2001, Serangga wereng mempunyai 79 jenis musuh alami yaitu 37 predator, 34 parasitoid dan 8 patogen.
Predator : organisme yang memangsa organisme lain. Contoh-contoh predator wereng hijau antara lain :
Wereng hijau (Nepotettix viriescens) merupakan salah satu hama penting pada tanaman padi karena menularkan virus tungro yang dapat menurunkan hasil hingga puso. Penyakit tungro menyebabkan jumlah anakan berkurang dan kehampaan gabah yang tinggi. Usaha pengendalian yang banyak dilakukan adalah penggunaan insektisida. Namun, penggunaan insektisida dapat menimbulkan dampak negatif, bagi kesehatan manusia dan lingkungan sehingga secara tidak langsung bisa menurunkan daya saing padi. Dengan demikian diperlukan strategi pengendalian lain yang lebih ramah lingkungan seperti penggunaan musuh alami. Musuh alami yang biasa digunakan adalah predator, parasitoid dan patogen karena dapat mencegah meningkatnya populasi wereng hijau dan bermanfaat untuk pertanian berkelanjutan yang secara ekologis maupun ekonomi menguntungkan.
Musuh Alami adalah organisme yang menjadi faktor penghambat berkembangnya hama dan pennyakit pada tanaman. Pemanfaatan musuh alami (agens hayati) dalam menekan kehilangan dan kerugian hasil akibat organisme pengganggu tanaman (OPT) merupakan salah satu aspek penting yang sangat berpeluang untuk menjawab tuntutan masyarakat akan produk tanaman yang berkualitas, sehat, dan aman dikonsumsi. Produk semacam ini memiliki nilai tambah dan daya saing tinggi yang lambat laun akan menjadi buruan pasar dunia karena memberikan keuntungan lebih tinggi dan manfaat kesehatan lebih besar.
Pemanfaatan musuh alami memiliki beberapa keuntungan yaitu : 1) selektivitas tinggi dan tidak menimbulkan hama baru, 2) organisme yang digunakan sudah tersedia di alam, 3) organisme yang digunakan dapat mencari dan menemukan inangnya, 4) dapat berkembang biak dan menyebar 5) hama tidak menjad resisten atau jika terjadi sangat lambat, 6) pengendalian dengan sendirinya (Van Emden 1976 dalam Lubis 2005).
Menurut Chiu 1739 dalam Laba 2001, Serangga wereng mempunyai 79 jenis musuh alami yaitu 37 predator, 34 parasitoid dan 8 patogen.
Predator : organisme yang memangsa organisme lain. Contoh-contoh predator wereng hijau antara lain :
Parasitoid : serangga yang memarasit (hidup dan berkembang dengan menumpang) serangga lain (yang disebut inang). Parasitoid ada yang berkembang didalam tubuh inang (endoparasit), dan ada yang berkembang di luar tubuh inang (ektoparasitoid). Inang yang diparasit dapat berupa telur, larva, nimfa, pupa atau imago serangga hama (Korlina, E. 2011). Beberapa spesies serangga parasit nimfa dan imago wereng hijau (N.virescens) antara lain Pseudogonatopus sp. (Hymenoptera: Drynidae) dan Pipunculid sp. (Diptera).
Patogen : mikroorganisme yang menginfeksi organisme lain. Contoh agens hayati patogen yang telah diketahui dan dapat dimanfaatkan untuk mengendalikan wereng hijau (N.viresens) adalah jamur entomopatogen diantaranya Beauveria bassiana dan Metharizium anisopliae. Aplikasi jamur entomopatogen tersebut menekan keperidian dan kepadatan populasi wereng hijau tetapi tidak mempengaruhi kepadatan populasi musuh alami (Widiarta dan Kusdiman 2007).
Ada beberapa cara yang perlu dilakukan dalam upaya pengembangan musuh alami di lapangan yaitu :
- Introduksi
: pengimporan satu atau lebih musuh alami dari tempat asalnya. Introduksi
dilakukan bila hama disuatu daerah belum mempunyai musuh alami.
- Augmentasi
: perbanyakan musuh alami dengan mengintroduksi musuh alami dari luar yang
sebelumnya diperbanyak di laboratorium dan selanjutnya dilepas
sewaktu-waktu atau secara teratur.
- Konservasi
: upaya untuk melestarikan musuh alami yang sudah ada di suatu tempat dan
mengefektifkan fungsinya.
Untuk
melestarikan musuh alami seharusnya memperhatikan beberapa hal diantaranya
:
- Tempat
perlindungan musuh alami.
- memodifikasi
sitem budidaya tanaman.
- Penggunaan
pestisida secara terbatas dan selektif.
Pangan khususnya beras semakin dituntut untuk aman bagi konsumen, oleh karena itu proses produksi yang ramah lingkungan dalam pengendalian penyakit tungro perlu dilakukan agar memiliki nilai tambah dan daya saing yang tinggi. Salah satu faktor penting yang menentukan keberhasilan pengendalian penyakit tungro adalah penggunaan musuh alami yang didukung oleh pola tanam polikultur, pergiliran tanaman/varietas tahan serta penggunnaan pestisida secara bijaksana.
Perlu diterapkan sistem ekolabeling untuk produk-produk pertanian ramah lingkungan khususnya beras yang notabene sebagai makanan pokok dan memberi penghargaan (rewarding) kepada petani yang telah berproduksi dengan benar. Begitupun dengan konsumer yang turut berkontribusi dalam pengembangan pertanian yang sehat. Dengan demikian, produk hasil pertanian akan memiliki nilai tambah dan daya saing yang tinggi.
Sumber: http://lolittungro.litbang.pertanian.go.id/ dan http://caramengatasiwereng.blogspot.com/
0 komentar:
Posting Komentar